Jaran Elektrik Masih Cuma jadi Prototipe.. Wajaarrrrr!!!

Posted: 22 December 2011 in Louder than a Bomb, Sekedar Coretan
Tags: , , , ,

Isu ramah lingkungan yg semakin marak, membuat pabrikan2 besar harus mengikuti perkembangan dengan membuat mesin2 bertenaga energi alternatif. Misalnya, mesin injeksi, mesin bertenaga listrik, atau kedua mesin tersebut digabungkan dan dikenal dengan nama hybrid. Zero emmission alias tanpa asap. Itulah keunggulan mobil/motor bertenaga listrik dari mesin bakar konvensional. Sampai saat ini, sudah banyak pabrikan2 yg sukses mengembangkan teknologi mesin mobil/motor listrik maupun hybrid. Tapi yang jadi pertanyaan adalah kebanyakan mobil/motor listrik tersebut hanya menjadi prototipe atau meskipun sudah dijual massal, mobil/motor listrik tersebut belum dikatakan sukses di pasaran. Why?? terlepas dari harga jual yang masih jauh lebih mahal dari mobil/motor konvensional, setidaknya ada tiga problem utama dari mobil/motor listrik yg masih harus dipecahkan masalahnya. Apa saja?? Monggo disimak πŸ™‚

Menurut WBS, pemilik motor konvensional maupun motor listrik memiliki kendala yg sama. Hah?? Yep, kalo motor konvensional memiliki problem ketika refueling alias ngisi BBM, maka pemilik motor listrik memiliki kendala ketika recharging baterenya. Bahkan problem re-charging lebih nggak praktis daripada re-fueling. Bingung?? Ambil contoh dari Zero Motorcycle yang perlu ngecass batere selama 6 JAM untuk jarak tempuh 122/69 km (City/highway). Memang jarak 122 km sudah lebih dari cukup untuk pemakaian dalam kota, tapi ngecass 6 jamnya itu lho.. :mrgreen: . Mungkin dimasa depan kalo udah jamannya motor listrik, tiap areal parkir disediain steker listrik buat ngecass πŸ˜† . Lagian tinggal bayangin lagi kalo situ mau riding keluar kota numpak jaran elektrik, nggak usah jauh2 cukup Jakarta Bandung aja yg jaraknya Β±180 km. Tinggal dihitung berapa waktu tempuhnya (bisa seharian, red :mrgreen: ). Yups, untuk jangka panjang kepraktisan recharging masih kalah dari dari refueling. 1-0 untuk mesin konvensional.

Problem ngecass batere ini ternyata berbuntut panjang lho mas bro. Yep, jaran elektrik tidak hanya terkenal dengan zero emmissionnya tapi juga zero polusi suara. Suara motornya memang sangat2 halus bahkan nyaris tanpa suara dan justru ini menimbulkan problem di jalan raya. Kalo dikomplek perumahan, zero polusi suara memang bukan masalah, malah jadi keuntungan. Nah, dijalan raya yg terkenal kejamnya melebihi perang dunia I maupun II tanpa kehadiran suara mesin justru menjadi senjata makan tuan. Dalam kaidah safety riding terdeteksi oleh pengendara/pengguna jalan lain adalah keharusan. Masalah bisa deiselesaikan dengan cara membunyikan klakson. Tapi justru disinilah problem jaran elektrik muncul lagi. Ngklakson berarti menambah penggunaan setrum yg artinya mengurangi jarak tempuh dari sebuah batere. Tinggal bayangin bagaimana kalo situ pas nyalip Mayasari Bhakti yg knalpot bobokannya berasap bin nyaring, ditambah kondisi batere tinggal 5%. Eheemmm,, dari hal tersebut mas bro menghadapi dua dilemma ngebut buru2 buat nyalip atau ngklakson yg ujung2nya bikin batere cepet abis juga πŸ˜† . Ooppssss, problem safety di jalan jaran elektrik kembali harus mengakui keunggulan dari mesin konesional. 2-0 broo :mrgreen: .

Problem ketiga adalah secara tersirat jaran elektrik memang tidak menggunakan BBM fosil, tapi secara tersurat kita harus berpikir darimana listrik yg digunakan untuk ngecass. Atas nama lingkungan yg sudah rusak plus membludaknya populasi penduduk, PLTA ditanah air masih kurang untuk melayani kebutuhan listrik dalam negeri. Oleh karena itu, masih dibutuhkan PLTU, PLTD, maupun PLTN. Yang artinya masih menggunakan BBM fosil walaupun jumlahnya mungkin lebih sedikit daripada kita menggunakan mesin konvensional. Another problem dari PLN mungkin mas bro sudah bisa membayangkan, yep tak lain tak bukan yg paling menjengkelkan adalah pemadaman listrik. Bisa kebayang kalo mas bro baru ngecass 5 % trus padam listriknya tanpa batas waktu yg tidak diketahui alias hanya Allah dan PLN yang tahu #tepokjidat 😈 . Tapi kenyataan bahwa satu jaran elektrik lebih efisien plus lebih ramah lingkungan alias gak perlu biaya ganti oli, selain lebih hemat tentunya gak mencemari lingkungan dengan ritual buang2 oli ba’da service :mrgreen: .Β  Rasanya jaran elektrik tetap unggul yang artinya kedudukan menjadi 2-1 untuk motor konvensional.

Secara kesimpulan untuk saat ini memiliki jaran konvensional memang masih lebih unggul daripada jaran elektrik. Yep, proses charging batere ini memang masih menjadi pe’er besar bagi pabrikan dunia dalam memproduksi jaran elektrik. Masih perlu banyak pengembangan2 teknologi yg harus melawan hukum fisika agar kepraktisan jaran elektrik lebih nyata. Bila sudah sampai teknologi ngecass batere cukup 5-10 menit untuk range yg lebih jauh plus harga yg sama2 kompetitif, mungkin kedudukan jaran elektrik vs jaran konvensional menjadi 3-1 (pajak murah, zero emmission/ramah lingkungan, hemat biaya service/maintenance free, red). Kok masih ada skor 1 buat jaran konvensional?? Simpel, raungan termignoni Ducati Streetfighter masih jauh lebih merdu daripada dengingan dinamo Chukin (lha, emang tamiya :mrgreen: ). Lantas teknologi apa dong yg bener2 murni zero emmission?? Setelah ngubek2 internet dan majalah maksiat ada sebuah teknologi yg bernama Hydrogen Fuel Cell. Laen hari deh ngebahasnya yah broo.. :mrgreen: .

Sumber

Gimana menurut mas bro, monggo komentarnya πŸ™‚

Comments
  1. bapakeValen says:

    wah, kalo dibikin sistem charge otomatis kira2 bisa gak ya?
    jadi waktu jalan sekalian sambil ngecas. ya kayak sistem recharge aki gitu…

  2. ya2kzzz says:

    sebelum ketemu charger instan yang bisa ngecharge selema 5menit untuk bisa menempuh jarak minimal 100km tetep jadi prototype..IMHO
    biar nggak ribet, enakan pakai sepeda onthel..tenaga pecel, soto atau bakso.. :mrgreen:

  3. 2012 nanti pabrikan ZERO motor dari amerika kalo gak salah,, nelurin banyak produk elekrik

    nitip kang

    http://areeya2.wordpress.com/2011/12/23/harusnya-suzuki-thunder-kayak-begini-kedepannya/

  4. bimo96 says:

    harga yang menjadi kendala

  5. uungferi says:

    zero motorcycle bakal menelurkan motor electric yang bejibunnn

    http://blogbikers.wordpress.com/

  6. uDien D'kab says:

    solusinya gini mas pak
    * buat standar baterai internasional sehingga bisa dipakai oleh semua merek motor
    * power motor tergantung banyaknya baterai, ada yang pake satu baterai ada juga yang lebih dari satu baterai.
    * jika baterai mulai surut, maka baterai tersebut dicopot dan diganti/dituker dengan cara beli ke depot yang nyediain baterai siap pakai … heheh ….

  7. wendakalubis says:

    Haha, masih ada yang inget Chukin,,,Kalau mainan remote control justru yang versi fuel lebih mahal daripada versi dinamo lho!!!
    Halah komen gak nyambung πŸ˜€

  8. budiman says:

    beginilah nasib negara terbelakang, selalu terbelakang dalam antisipasi dan implementasi tehnologi dan kebijakan konyol pemerintah yang mensubsidi bbm sehingga LPG dulu sempat dibuang(dibakar di rig pengeboran) karena tidak laku, akhirnya dibeli china dengan harga murah, sekarang bbm kita mulai tekor begitu pula dengan LPG yang tersisa sudah mahal (diperebutkan ibu ibu), dan 10 tahun lagi habislah bbm indonesia, maka pada saat itu bbm kita akan lebih mahal dari pertamax atau pertadex (karena pemerintah harus beli dari 0) semua bbm beli dari luar negeri, nah buat yang masih ABG silahkan berpikir deh nasib kalian kalau indonesia masih bergantung sama BBM, kalau saya saat itu sudah pensiun, jadi poor buat kalian generasi muda. bagamana nasib kalian kalau dijepang saja sudah populer sepeda listrik namun mereka tidak perduli dengan masa depan indonesia selama dagangan mereka masih laku buat apa inovasi/antisipasi

Leave a reply to wendakalubis Cancel reply